Cara Mengurus Izin Terbang Drone Di Indonesia
Cara Mengurus Izin Terbang Drone Di Indonesia
Mengurus izin terbang drone menjadi sangat ramai diperbincangkan. Sebelum melakukan penerbangan drone, mengantongi izin terkait penerbangannnya sangatlah penting.
Sebagai operator drone, mengikuti proses perizinan drone merupakan hal yang perlu untuk selalu diperhatikan dan dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini ditujukan agar keberadaan drone tidak mengganggu pengguna ruang udara lainnya, sehingga keselamatan penerbangan sipil dapat terjaga.
Dalam bayangan seseorang yang melakukan pengurusan drone, hal ini merupakan hal yang berat, sehingga di era saat ini, anggapan seperti itu berpotensi untuk menciptakan pola pikir yang rumit, padahal jika di ikuti dengan seksama, mengurus izin drone tidak sulit. Pengurusan izin terbang drone ini diperuntukan bagi pengguna profesional.
Jika anda sebagai operator drone hanya ingin menggunakan platform tersebut sebagai hobi atau rekreasi saja, anda cukup berkoordinasi dna menghubungi pihak FASI untuk pengurusan izin terbangnya.
Alur Pengurusan Izin Terbang Drone
Sebelum menerbangkan drone, operator atau pilot drone perlu mengetahui cara yang tepat untuk pengurusan penerbangan drone. Untuk dapat mengurus izin terbang UAV atau Drone, pertama anda harus memahami alurnya dahulu. Adapun alur pengurusan izin terbang drone adalah sebagai berikut:
1. Sertifikasi
Sebelum mengurus izin, terlebih dahulu harus sudah memperoleh sertifikat resmi. Atau, jika kita memutuskan untuk menggunakan pihak ketiga sebagai operator drone, dari sisi klien kita juga harus memastikan pilot yang kita gunakan berasal dari lembaga resmi dan sudah memiliki sertifikat remote pilot dan registrasi drone yang masih berlaku.
Hal ini penting, untuk memastikan bahwa operator drone yang kita pilih tepat untuk melakukan survey, mapping dan inspeksi dengan drone DJI. Jika belum memiliki sertifikat resmi, kita bisa melakukan pengurusanya ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJHU) lewat Direktorat Kelaikudaraan & Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU). Penting bagi operator memiliki dokumen dari kedua lembaga tersebut sebelum masuk melakukan pengurusan ke perizinan lainnya.
2. Membuat Permohonan Risk Assesment ke AirNav
Sebelum membuat permohonan terkait dengan risk assesment ke AirNav, terlebih dahulu kita harus memperhatikan beberapa hal. Hal pertama adalah kita harus memastikan bahwa kita sudah memperoleh sertifikat drone termasuk remote pilotnya dari SIDOPI.
Selanjutnya, kita melakukan analisa lokasi dimana drone akan diterbangkan. Survey lokasi juga harus mencatat titik koordinat mengacu pada peta wilayah operasional. Setelah kedua tahap tersebut dilakukan, kita bisa langsung mengetahu secara akurat area penerbagan drone lewat peta ruang udara AirNav.
Kemudian, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No 37 Tahun 2020. Sebelum melakukan risk assesment ke AirNav, pengajuan izin terbang drone harus memuat beberapa dokumen berikut ini .
a. Identifikasi dan Jenis Pengoperasian drone
Terkait dengan hal ini, pilot bisa melampirkan dokumen sertifikasi drone dari SIDOPI. Jenis pengoperasian drone punya kebutuhan yang berbeda-beda bagi perusahaan atau peroangan. Umumnya, penerbangan drone dilakukan untuk mengumpulkan data survey mapping, patroli, uji performa, fotografi, videografi, patroli untuk keamanan publik dll.
b. Checklist Peralatan serta Tempat Pendaratan Drone
Perlatan yang dibawa saat dilokasi pasti tidak hanya terbatas pada drone saja. Perlengkapan termasuk base station bahkan payload juga harus dijelaskan secara detil spesifikasinya. Untuk mempersingkat proses identifikasi, sebaiknya anda turut melampirkan spesifikasi peralatan secara terpisah.
Pastikan spesifikasinya dibuat dari sumber asli, sehingga proses pengecekan akan sesuai dengan spek drone dan payload. Selain itu, pastikan tempat pendaratan yang menjadi titik awal penerbangan dan penurunan drone dan koordinatnya harus di input kedalam peta lokasi, termasuk jalur terbangnya.
c. Jalur Penerbangan dan Kecepatan Drone
Peta yang menjadi jalur terbang drone bisa dimasukan dan disatukan dengan tempat drone lepas landas. Selain itu, pengguna juga harus menginformasikan kecepatan drone yang dieksekusi saat melakukan penerbangan.
d. Titik Lepas Landas dan Alternatif Pendaratan
Jika kita menginginkan titik yang menjadi area drone lepas landas sama dengan titik pendaratan sebenarnya sah-sah saja. Namun, tetap untuk berjaga-jaga kita harus menyediakan solusi area pendaratan minimal 2 dalam bentuk koordinat. Setelah itu kita bisa memasukannya kedalam peta.
e. Mengestimasikan Durasi Penerbangan dan Daya Tahan Baterai
Jika kita ingin agar durasi penerbangan drone dan daya tahan baterainya dipisahkan dalam lembar yang berbeda, kita bisa menyerahkan dokumen spesifikasi drone termasuk info durasi terbang didalamnya menjadi satu lembar, sementara spesifikasi terkait baterai drone bisa kita bedakan di lembar lain.
f. Jangkauan jelajah pengoperasian dan Area manuver pengoperasian.
Sampaikan berapa jauh jangkauan jelajah pengoperasiannya. Dan area manuver ini bsia disatukan ke dalam satu peta, bersama dengan informasi lain di atas. Berikut titik koordinat dan informasi lain terkait lokasi.
g. Personel remote pilot dan kru (visual/observer)
Masukkan nama – nama kru yang terlibat, seperti berikut;
- Remote Pilot in Command
- Visual Observer
- Teknisi
- Dan kru pendukung lainnya
h. Kaidah pengoperasian
Pilih kaidah pengoperasian yang digunakan antara lain VLOS atau BVLOS.
3. Tahap Setelah Risk Assesment
Setelah semua dokumen lengkap, berarti kita sudah siap untuk mengirimkan dokumen tersebut ke AirNav. Setelah sampai di AirNav, pengecekan dokumen akan dilakukan dan setelah selesai maka pihak AirNav akan mengirim kembali dokumen dalam bentuk HIRA (Hazard Identification and Risk Assesment).
Dokumen ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari penerbangan drone DJI dan dikeluarkan secara resmi oleh AirNav Indonesia. Jika pilot drone ingin memperoleh dokumen tersebut, setidaknya operator harus mengajukan selambat-lambatnya 3 minggu sebelum hari H penerbangan drone.
4. Permohonan Izin Terbang Drone ke DNP
Sebelum pemohon melakukan pengiriman permohonan izin ke DNP, pastikan pemohon sudah memperoleh sertifikat drone dan sertifikat remote pilot dari SIDOPI, dokumen asuransi, dokumen HIRA dan dokumen pendukungnya yang dikirimkan oleh pihak AirNav dan surat permohonan penerbangan drone.
Biasanya, pengguna juga akan mendapatkan dokumen rekomendasi yang diberikan oleh pihak AirNav. Kondisi yang sama juga akan ditemui ketika pengguna mendapatkan dokumen dari DNP, apalagi jika penerbangan drone dilakukan di GBK atau area seperti bandara, pengguna akan memperoleh SC tambahan dari pihak bandara setempat.
5. Mengajukan Notam
Setelah kita mendapatkan rekomendasi dari pihak DNP, kita sebagai pemohon bisa langsung membuat NOTAM ke pihak AirNav. Pastikan untuk melakukan koordinasi dengan ATC setiap menerbangkan drone agar semuanya bisa berjalan lancar. Pastikan juga bahwa untuk kebutuhan penerbangan drone komersial kita harus mengacu pada CASR 107.
Notam dapat didefinisikan sebagai pemberitahuan yang di informasikan seluas-luasnya lewat peralatan telekomunikasi, berisi informasi terkait penetapan, kondisi atau perubahan di setiap fasilitas aeronautika, pelayanan, prosedur atau kondisi berbahaya, berjangka waktu pendek dan bersifat penting untuk diketahui oleh personel operasi penerbangan.
Tujuan penerbitan NOTAM adalah untuk mencapai tujuan informasi penerbangan dalam upaya menjamin kelancaran operasional, keamanan, keselamatan penerbangan, dan kegiatan terkait lainnya.
More from my site
Tag:aturan pilot drone, cara mengajukan ijin notam drone, Cara Mengurus Izin Terbang Drone Di Indonesia, cara urus izin terbang drone dji, drone regulation, drotam, izin terbang drone, izin terbang drone di Indonesia, mendaftarkan drone, peraturan drone di Indonesia 2022, perizinan yang berlaku di Indonesia, peta larangan terbang drone, pilot drone indonesia, registrasi pilot drone, regulasi drone, sistem registrasi drone, zona otorisasi drone